Sabtu, 21 Mei 2011

Apresiasi karya....


Apresiasi Prosa Fiksi
Nyonya Kokom dan Para Suami
Asma Nadia
Oleh
Risha Iffatur Rahmah 
102074214/ PB 2010

A. Fakta Cerita
1. Alur                                                :
ü  Awal : Paragraf  1- 8, Pengenalan kebiasaan sang Ayah
ü  Tengah: Paragraf  9 – 48, Puncak permasalahan sang ayah membawa wanita idaman lain setelah ibu jatuh dari tangga sampai ibu mati tokoh aku tak bisa menguasai amarahnya
ü  Akhir  : Paragraf 49-51 , Penyesalan yang datang tak lagi membuat sang Ayah kembali.
2. Tokoh dan penokohan     :
Tokoh Sentral
  1. Rewa   : sebagai seorang anak yang labil
ü  Kelakuan ayah seperti binatang, ayah tidak menghargai ibu,juga aku. Tidak berlebihan jika aku setiap kali menulis namanya di kolom apa saja yang mengharuskanku  menyebut nama orangtua. Aku pun yakin Ayah sudah tidak peduli kepada sesama(paragraf ke1).
ü  Begitulah jawab ibu ketika aku protes(paragraf ke3).
ü  Akan ku ceritakan saja kenapa aku begitu ingin membunuh Ayah(Paragraf ke9).
ü  Ayah semakin gila, Ibu semakin aneh, aku merasa asing.
ü  Selama tujuh belas tahun aku menelanajaran Ibu dan memuntahkan nasihat Ayah...(paragraph ke29).
ü  Tahukah kamu apa yang terjadi seusai peristiwa itu? Aku mulai ketagian, dan aku sekarang punya cita – cita baru : mengawini semua perempuan yang diinginkan Ayah menjadi ibuku,pengganti ibu yang melahirkanku(Paragraf ke43).
ü  Tetapi gelagak amarah lebih menguasaiku. (Paragraf ke43).
ü  Sungguh, aku tak mau memaafkan Ayah (Paragraf ke 45).
ü  Perasaan kehilangan dan dendam bertarung ketat didada ku(Paragraf
ke50).

Tokoh Periferal

a.      Ibu : Penyayang, tabah dan sabar
ü  Ibu adalah sosok yang perempuan  yang sempurna. Dia tak suka mengeluh, apalagi membantah,Dia tak bernoda, tak bercela (Paragraf ke7).
ü  Cinta, Nak, adalah obat paling mujarab untuk menyembuhkan luka(Paragraf ke2).
ü  Mencintai itu perkerjaan abadi, Nak, tak pernah selesai(Paragraf ke4).
ü  Tak ada  gunanya mengelak ,Nak, seperti juga tak ada gunanya banyak berharap
ü  Bakti itu, Nak, adalah saudara kandung kepatuhan (Paragraf ke8).
ü  Jika ingin menerima yang terbaik , Nak, berikan juga yang terbaik (Paragraf ke10)
ü  Jadilah laki – laki , Nak, yang bukan Ayahmu(Paragraf ke25).
ü  Perempuan bukan boneka, Nak, mereka punya hati(Paragraf ke28).
ü  Penyesalan , Nak, selalu lahir di urutan terakhir(Paragraf ke42).
ü  Maaf itu menyembuhkan, Nak, bagi yang dimaafkan dan yang memaafkan (Paragraf ke44).
ü   Tawa dan air mata, Nak bergantung bagaimana kta menyikapinya (Paragraf ke46).
ü  Bukan dendam, Nak, cintailah yang mesti kamu rawat!, (Paragraf ke 48).
b.      Ayah : seorang yang suka berganti- ganti pasangan setelah istrinya tidak bisa melayani dan tipikal orang yang menyenangi orang dengan huruf depan N seperti istrinya
ü  Lalu, sering bertambahnya usia aku , muncul Nayla,nisrina,Nadin dan banyak lagi nama perempuan berawalan huruf “N” (Paragraf ke9).
c.       Nadira : Perempuan yang terpaksa membayar hutang orangtuanya dengan tubuhnya
ü   ”Ibuku telah menjual kebebasanku kepada Ayahmu” (Paragraf ke36)


3.Latar cerita :
a. Latar tempat :
Rumah , Mal, Pasar dan  Bioskop
ü  Bermesraan di mal, pasar, bioskop,bahkan berada di rumah(Paragraf ke3).
ü  Aku pernah mendapati Ibu menangis saat ayah membawa Nia, si centil bermuka tengil, ke rumah(Paragraf ke9)
ü  Nindya menginap di rumah(Paragraf ke9)
ü  Mungkinkah ia merindukan susana rumah (Paragraf ke49)
Kamar
ü  Aku terkejut membuka pintu. Ada orang lain di kamarku,.. (Paragraf ke 26).
b. Latar waktu :
ü  Aku menyaksikan penghianatan dan kesetiaan ganti – berganti di hadapan mataku sepanjang waktu(Paragraf ke11).
ü  Dia tetap rutin memberiku uang harian, mingguan dan bulanan. (Paragraf ke43).
ü  Sudah dua hari Ayah tak pulang kerumah(Paragraf ke45)
ü  Ini malam ketujuh sejak Ayah pergi (Paragraf ke49).


c. Latar sosial :
ü  Kelakuan ayah seperti binatang, ayah tidak menghargai ibu,juga aku. Tidak berlebihan jika aku setiap kali menulis namanya di kolom apa saja yang mengharuskanku  menyebut nama orangtua. Aku pun yakin Ayah sudah tidak peduli kepada sesama(paragraf ke1).

B. Sarana Cerita
   1. Judul                    : Mengawini Ibu
2. Sudut pandang   : pencerita sebagai pelaku utama
3. Gaya bahasa       :
Majas personifikasi
ü  Berlaksa kesedihan
Majas Hiperbola
ü  Ayah semakin larut
ü  Ibu semakin ciut
ü  Aku semakin kecut
ü  Mungkinka dia sesaji baru untuk Ayah?

4. Nada                    : Penggunaan kalimat khas dengan gaya mempengaruhi pembaca tentang bagaimana peristiwa sesungguhnya.
5. Tema                   :  Tanggung jawab mendidik seorang anak
6. Amanat               : Jangan mengorbankan masa depan anak dengan kepuasan nafsu duniawi tanpa tahu bahwa seorang anak perlu juga bimbingan, kasih saying dan perhatian.
C. Hal Yang Menarik :
Cerita mengalir begitu saja seperti pengarang ingin mengajak curhat kepada pembaca. Dari pengamatan yang saya lakukan dengan pendekatan psikoanalitik jelas bahwa pengarang berusaha menguasai pikiran pembaca dengan narasi yang bersifat persuasif. Kalimat yang lugas dan cenderung apa adanya menjadi daya tarik tersendiri. Dengan gebrakan suasana hati akibat perbuatan sang Ayah yang menghianati Ibunya menjadikan tokoh aku ini perkembangannya labil sehingga ia membalas perbuatan sang Ayah terhadap almarhum Ibunya dengan mengawini calon – calon Ibunya. Selain itu happy endingnya bernuansa religious.

D. Hal Yang Tidak Menarik

Pengarang tidak menjelaskan bagaimana kelanjutan tobat tokoh Aku /Rewa . Kemudian pengarang   langsung menyajikan inti persoalannya  dengan dialog dipertengahan cerita, dengan demikian bisa saja orang membaca langsung dengan memilah – milahmencari intinya. Sebaiknya ini permasalahan itu disembunyikan, jadi pengarang bisa memancing keingintahuan  pembaca.

Kamis, 19 Mei 2011

Serba - serbi Linguistik


SEJARAH SINGKAT LINGUISTIKA

Studi linguistika telah mengalami 3 tahap perkembangan, yaitu:

Ø  Spekulasi yaitu pernyataan-pernyataan tentang bahasa yang tidak didasari pada data empiris melainkan pada dongeng atau rekaan belaka.
Ø  Klasifikasi dan Observasi yaitu mengadakan pengamatan, penggolongan terhadap bahasa-bahasa yang diselidiki.
Ø  Perumusan teori adalah pembuatan teori-teorinya.

Masalah pokok kebahasan yang menjadi pertentangan pada linguistika pada zaman Yunani pada waktu itu adalah:

(1)      Pertantangan antara fisis dan nomos

·            Bersifat fisis dengan maksud bahasanya mempunyai hubungi dengan asal-usul sumber dalam prinsip–prinsip pribadi dan tidak dapat di ganti.
·            Bersifat nomos dengan maksud makna-makna kata itu di perolehdari kasihtradisi yang mempunyai kemungkinan bisa berubah.

(2)    Pertentangan antara analogi dan anomaly

*         Analogi, bahwa bahasa itu bersifat teratur karena denganketerangan itu orang dapat menyusun tata bahasa
*         Anomali, berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur, kalau bahasa itu teratur kenapa bahasa inggris child menjadi children bukannya childs
Selain itu juga terdapat teori teori linguistika yaitu:
Muncul pada abad ke-5 SM kaum sampis dikenal dalam studi bahasa, karena:
a) Melakukan kerja secara empiris
b) Melakukan kerja secara pasti
c) Mementingkan bidang reterika dalam studi bahasa
d) Membedakan tipe-tipe kalimat berdasar isi dan makna
Plato (429 – 347 SM)dikenal dalam studi bahasa, karena:
a) Memperdebatkan analogi dan anomaly
b) Menyadarkan batasan bahasa
c) Orang yang pertama kali membedakan kata anoma dan rhema.
Anoma (anomata):
�� Nama (dalam bahasa sehari-hari)
�� Nomina (dalam istilah tata bahasa)
�� Subjek (dalam hubungan subjek logis)
Rhema (Rhemata):
�� Ucapan (dalam bahasa sehari-hari)
�� Verba (dalam istilah tata bahasa)
�� Predikat (dalam hubungan predikat logis)

Aristoteles (384 – 322 SM) dikenal dalam studi bahasa, karena:
a) Dia menambahkan satu kelas kata syndesmoi atas pembagian yang dibuat gurunya. Syndesmoi adalah kata-kata yang lebih banyak bertugas dalam hubungan sintaksis
b) Dia membedakan jenis kelamin kata (gender) menjadi tiga, yaitumaskulin, femirin dan neutrum
Pada abad ke-4 S.M Kaum Stoik dikenal dalam studi bahasa, karena:
a) Membedakan studi bahasa secara logika dan tata bahasa
b) Menciptakan istilah khusus untuk studi bahasa
c) Membedakan komponen studi bahasa
o   Tanda, simbol, sign atau semainon
o   Makna, apa yang disebut smainomen atau lekton
o   Hal-hal diluar bahasa yakni benda-benda atau situasi
d) Membedakan legein yaitu bunyi bagian fanologi tapi tak bermakna dan propheretal yaitu           ucapan bunyi bahasa yang mengandung makna
e) Membagi jenis kata menjadi empat yaitu kata benda, kata kerja, syndesmoi, dan artoron yaitu kata-kata yang menyatakan jenis kelamin dan jumlah
f) Membedakan adanya kata kerja komplek dan tak komplek serta kata kerja aktif dan pasif

      Kaum Alexandria menganut paham analogi dalam studi bahasa oleh karena itu mereka mewarisi sebuah buku tata bahasa yang disebut Tata Bahasa Dianysius Thrax sebagai hasil mereka dalam menyelidik kereguleran bahasa yunani

Terdapat kesalahan kesalahan cara pandang pada masa itu. Kekeliruan pertama yang merupakan bibit dari segala kekeliruan yang lain, adalah didalam penelitiannya. Yang memang terbatas pada bahasa-bahasa Indo-Eropa. Tata bahasa bandingan tidak pernah mempertanyakan untuk apa melakukan pendekatan-pendekatan itu dan apa makna hubungan-hubungan tang ditemukannya? Tata bahasa bandingan hanya bersifat komparatif yang semestinya historis.

Metode yang hanya komparatif itu menimbulkan sehimpunan konsepsiyang keliru yang tidak ada hubungannya dengan kenyataan, dan yang asing bagi kondisi yang sebenarnya dari langue manapun.
Baru menjelang  tahun 1870 orang mulai mempertanyakan apa saja syarat-syarat kehidupan langue. Maka orang akan mendapati bahwa hubungan-hubungan yang mempersatukan langue-langue tersebut hanyalah salah satu segi dari gejala bahas, bahwa perbandingan hanya suatu car, suatu metode untuk menelusuri fakta.

Jadi, dalam sejarah perkembangannya linguistika dipenuhi dengan berbagai aliran paham,pendekatan, dan teknik penyelidikan yang sangat ruwet.

Seputar Bahasa dan Sastra


Apresiasi Novel “Tarian Bumi” Karya Oka Rusmini

Novel ini sangat menarik bagi saya terutama dari segi seratnya makna kalimat yang digunakan penulis. Contohnya jawaban Telaga (salah satu tokoh dalam novel ini) ketika kakeknya menanyakan apakah ia bahagia, telaga menjawab "Jangan tanyakan itu, Tukakiang. Kebahagiaan itu sulit digambarkan. Juga tidak bisa diucapkan. Kadang-kadang sesuatu yang tidak bernilai bisa membuat kita tentram, lalu beberapa detik kemudian terenggut lagi. Tiang tidak tahu bagaimana merasakan kebahagiaan itu sendiri. Terlalu mahal". Penulis seolah-olah sudah memikirkan dengan matang setiap suku kata yang digunakan dalam menceritakan tokoh demi tokoh serta konflik yang terjadi. 
Melalui novel ini Oka menggambarkan sebuah realita bahwa di tengah-tengah megahnya Bali, terselip berbagai bentuk ketidakadilan yang dialami perempuan Bali seperti masalah kasta. Perempuan berkasta Brahmana (seperti Telaga) tidak boleh bersuami dari kasta lebih rendah, harus berbicara dengan bahasa berbeda dan memandang semua segi kehidupan dari perspektif lebih tinggi. Dengan setting  budaya Bali yang kental, novel ini menunjukkan posisi sebenarnya perempuan Bali di dalam masyarakatnya.
Lebih jauh lagi, perempuan yang lebih dikenal sebagai penyair ini ingin menyadarkan pembaca tentang pentingnya arti pilihan hidup yang dikaitkan dengan guratan takdir Sang Hyang Widhi. Keyakinan, ketabahan, kejujuran, keprasahan, semuanya terangkai menjadi satu dalam novel ini. Semuanya itu berujung dengan sebuah perjuangan seorang insan untuk meraih kebahagiaan dalam hidupnya dengan segala aturan adat yang sangat mengikat. Dalam perjuangan itu terdapat konflik adat yang cukup pelik, antara kasta Brahmana dan kasta Sudra. Alur cerita dikemas secara flash back oleh pengarang menjadikan jalinan kisahnya semakin menarik untuk dibaca.