Kamis, 19 Mei 2011

Seputar Bahasa dan Sastra


Apresiasi Novel “Tarian Bumi” Karya Oka Rusmini

Novel ini sangat menarik bagi saya terutama dari segi seratnya makna kalimat yang digunakan penulis. Contohnya jawaban Telaga (salah satu tokoh dalam novel ini) ketika kakeknya menanyakan apakah ia bahagia, telaga menjawab "Jangan tanyakan itu, Tukakiang. Kebahagiaan itu sulit digambarkan. Juga tidak bisa diucapkan. Kadang-kadang sesuatu yang tidak bernilai bisa membuat kita tentram, lalu beberapa detik kemudian terenggut lagi. Tiang tidak tahu bagaimana merasakan kebahagiaan itu sendiri. Terlalu mahal". Penulis seolah-olah sudah memikirkan dengan matang setiap suku kata yang digunakan dalam menceritakan tokoh demi tokoh serta konflik yang terjadi. 
Melalui novel ini Oka menggambarkan sebuah realita bahwa di tengah-tengah megahnya Bali, terselip berbagai bentuk ketidakadilan yang dialami perempuan Bali seperti masalah kasta. Perempuan berkasta Brahmana (seperti Telaga) tidak boleh bersuami dari kasta lebih rendah, harus berbicara dengan bahasa berbeda dan memandang semua segi kehidupan dari perspektif lebih tinggi. Dengan setting  budaya Bali yang kental, novel ini menunjukkan posisi sebenarnya perempuan Bali di dalam masyarakatnya.
Lebih jauh lagi, perempuan yang lebih dikenal sebagai penyair ini ingin menyadarkan pembaca tentang pentingnya arti pilihan hidup yang dikaitkan dengan guratan takdir Sang Hyang Widhi. Keyakinan, ketabahan, kejujuran, keprasahan, semuanya terangkai menjadi satu dalam novel ini. Semuanya itu berujung dengan sebuah perjuangan seorang insan untuk meraih kebahagiaan dalam hidupnya dengan segala aturan adat yang sangat mengikat. Dalam perjuangan itu terdapat konflik adat yang cukup pelik, antara kasta Brahmana dan kasta Sudra. Alur cerita dikemas secara flash back oleh pengarang menjadikan jalinan kisahnya semakin menarik untuk dibaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar